Sabtu, 07 November 2009

MUDIKNYA UANG SAAT LEBARAN

MUDIKNYA “UANG” SAAT LEBARAN

Hari raya Idul Fitri atau lebaran merupakan saat yang sangat dinanti-nanti oleh seluruh umat muslim di Indonesia bahkan di dunia. Di Indonesia lebaran sangat indentik dengan kembalinya para perantau yang mengadu nasib di kota besar ke kampung halamanya atau biasa disebut juga dengan “mudik”. Mudik merupakan cirri khas masyarakat Indonesia. Mudik adalah salah satu bukti dari sifat ketimuran masyarakat Indonesia dimana setiap masyarakat tidak lupa akan orang-orang yang mereka sayang atau yang dulu berjasa bagi dirinya. Selain itu ini juga membuktikan bahwa masyarakat Indonesia khususnya bagi perantau bahwa prinsip akan makan ga’ makan asal kumpul masih melekat erat, tidak seperti yang kebanyakan orang katakan bahwa orang perantau sudah memiliki prinsip “kumpul ga’ kumpul asal makan”. Contohnya yaitu di Sumatra Barat jumlah pemudik yang pulang ke Sumatra Barat setiap tahunnya bisa mencapai 1 juta orang (Data : Media Indonesia 17 September 2009)

Dengan adanya mudik, berarti peredaran uang ke luar kota besar juga akan meningkat. Bisa dikatakan hampir setiap pemudik membawa uang ke kampung halamannya untuk berbagai keperluan dari hanya untuk membagi-bagikan uangnya ke pada para sanak saudara, membayar zakat, membuka usaha di kampung halamannya, bahkan untuk membangun kampungnya demi kemajuan kampungnya itu. Ini merupakam penyebab utama melonjaknya tingkat peredaran uang di daerah. Seperti contohnya di propinsi Sumatra Utara terjadi lonjakan permintaan uang chartal sebesar lebih dari 12%, selain itu dari rata-rata bulanan, lonjakan permintaan naik hingga 240% (data : Media Indonesia 17 September 2009). Sedangkan di Sumatra Barat tambahan uang yang beredar saat lebaran bisa mencapai Rp. 5 Triliun. Tentu ini adalah angka yang mencengangkan, ini merupakan bukti nyata bahwa lebaran berpengaruh besar terhadap peredaran uang. Tentu hal ini mempunyai dampak positif maupun negativ.

Dampak negativ dari adanya peningkatan peredaran uang di masyarakat yang utama jelas adalah akan terjadinya kenaikan harga barang-barang secara bersama-sama dan mendasar atau sering diebut juga dengan inflasi. Inflasi merupakan dampak langsung dan nyata dari tingginya peredaran uang di masyarakat. Ini terjadi karena dengan tingginya peredaran uang di masyarakat akan menyebakan melemahnya daya tukar mata uang.

Selain itu inflasi juga terjadi karena pada saat menjelang lebaran jumlah permintaan (demand) akan barang-barang melonjak tinggi dan biasanya tidak dibarengi dengan meningkatnya penawaran (suply). Dengan adanya ini jelas akan terjadi inflasi. Di masyarakat peningkatan permintaan akan barang-barag tidak hanya terjadi pada barang-barang pangan. Permintaan akan kebutuhan sandang juga mengalami lonjakan, ini identik dengan sebagian budaya masyarakat Indonesia yang menganggap istilah hari raya saatnya menggunakan baju baru.

Khususnya bagi para perantau, mereka tidak hanya dihadapi dengan adanya inflasi kebutuhan primer. Tetapi kebutuhan sekunder bahkan kebutuhan yang bersifat tidak penting juga akan mengalami kenaikan harga. Salah satu contohnya yaitu meningkatnya harga tiket perjalanan mudik, baik jalur darat, laut maupun udara. Masalah ini bisa dikatakan wajar mengingat melonjaknya tingkat permintaan (demand), yang tidak diikuti meningkatnya penawaran. Namun terkadang sangat disayangkan bahwa biasanya para penyedia jasa angkutan memanfaatkan fenomena ini untuk meraup untung sebesar-besarnya dengan cara menaikan harga yang tidak wajar dari yang hanya menaikan sekitar lebih dari 50 % hingga 100% bahkan tidak jarang ada yang ”tega” menaikan hingga 3 hingga 4 kali lipat dibanding harga semula. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi mereka yang akan melepas rindu dengan orang-orang yang mereka sayang atau orang-orang yang pernah berjasa bagi mereka.

Tidak semua perantau pada saat lebaran mudik ke kampung halamannya, ini disebabkan oleh banyak faktor dari yang ada urusan penting, tidak punya waktu untuk mudik, tidak punya uang untuk mudik atau bahkan ada yang enggan repot untuk mudik. Ini semua merupakan beberapa faktor dari sekian banyak faktor yang menjadi penyebab sebagian perantau tidak mudik.

Dengan adanya sebagia masyarakat yang tidak mudik, bukan berarti rupiah di tangan mereka juga tidak ikut mudik. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang tidak mudik ”menebus dosanya” dengan cara mengirimkan sebagian uangnya ke kempung halamannya. Tidak jarang para perantau yang tidak mudik ini menggelontorkan sebagian besar uangnya untuk sanak saudara di kampung. Di Sumatra Barat kiriman wesel pos, transfer Bank dan lain-lain bisa mencapai 50 Miliar, selain itu di Kendal, kiriman TKI menggunakan jasa wesel pos mencapai 25 miliar (Data : MI 17.09.09)

Dengan begitu perputaran uang menjelang lebaran sangat mencengangkan, sehingga tidak heran jika ada harga barang maupun jasa yang bisa mencapai kenaikan sebesar 300% atau bahkan berlipat-lipat. Di Pangkal Pinang, Bangka Belitung perputaran uang di Bank Sumsel cabang Pangkal Pinang mencapai Rp 10 miliar per hari padahal sebelumnya pada hari biasa hanya mencapai Rp 3 miliar. Tidak hanya perputaran uang, kredit juga melebihi target hingga 156%, padahal target yang ditentukan adalah Rp 161 miliar. Sedangkan di Sumenep, Jawa Timur Pegadaian dalam sehari rata-rata melayani hingga 600 nasabah jauh lebih banyak dari hari biasanya yang hanya berkisar 200 nasabah. Sehingga perputaran uang di Pefadaian pada kisaran Rp 600 juta hingga Rp 1 miliar per hari. (Data : MI 17.09.09)

Denagn adanya fenomena ini membuktikan masih adanya ikatan kekeluargaan yang erat pada masyarakat Indonesia. Ini menjadi identitas sosial masyarakat Indonesia. Para perantau ingin menaikan status serta menguatkan struktur sosial mereka di kampung. Mudik sebaiknya jangan dilihat sebagai penghamburan uang, tetapi harus dilihat sebagai modal sosial untuk membangun desa atau kampungnya. Tradisi mudik merupakan ciri khas bangsa Indonesia yang belum tentu dimiliki bangsa lain, sehingga harus dipertahankan. Kendati ada dampak negatif seperti tumbuhnya budaya konsumtif, namun persentasenya sangat kecil. Tetapi, mudik merupakan semacam pencerahan bagi masyarakat desa untuk dapat mendorong menuju masa depan yang lebih baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar